Hutan Terus Dirusak, Konflik Terus Membara

Klik untuk download laporan

Laporan Pemantauan Koalisi Masyarakat Sipil 11 Provinsi

Riau, Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Papua

Jakarta, 17 April 2025—Koalisi Masyarakat Sipil 11 Provinsi – Jikalahari, Walhi Riau, Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat Sumatera Utara, Yayasan Citra Mandiri Mentawai Sumatera Barat, Walhi Jambi, Walhi Sumatera Selatan, Walhi Bangka Belitung, Green Of Borneo Kalimantan Utara, Walhi Kalimantan Barat, Pontianak Institut Kalimantan Barat, Walhi Kalimantan Tengah, Walhi Kalimantan Timur dan Walhi Papua– menyampaikan  laporan hasil pemantauan lapangan atas dugaan pelanggaran 33 korporasi hutan tanaman industri (HTI) kepada Menteri Kehutanan (Menhut).

Pemantauan lapangan atas 33 korporasi HTI berlokasi di 11 provinsi meliputi Riau, Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Papua dilakukan sepanjang Desember 2023 – Maret 2025.

Laporan pemantauan ini merupakan kelanjutan dari laporan koalisi yang telah dikerjakan sejak 2018. Sepanjang 2018 hingga 2025, Koalisi 11 provinsi telah melakukan pemantauan lapangan terhadap 122 korporasi, 109 korporasi HTI dan 13 korporasi sawit. Korporasi HTI terus merusak hutan dan berkonflik dengan Masyarakat Adat dan tempatan.

Sebelumnya, pada 2022, Koalisi menyampaikan langsung laporan pemantauan lapangan terhadap korporasi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar. Menteri LHK merespon dengan membangun kolaborasi antara KLHK dan koalisi dengan membentuk Tim Kerja Pendukung Percepatan Penyelesaian Konflik Tenurial, Pendekatan Penegakan Hukum dan Penguatan Kebijakan Tata Kelola Kehutanan dan LHK. Namun kinerja Tim Kerja yang dibentuk belum berjalan optimal.

Dalam laporan terbaru ini, secara garis besar temuan koalisi di 11 provinsi menunjukkan bahwa:

  1. Kinerja korporasi HTI mengabaikan peraturan perlindungan dan pemulihan ekosistem gambut, komitmen NDPE dan mengingkari komitmen kebijakan keberlanjutannya sendiri.
  2. Masih melakukan deforestasi di dalam areal konsesi dan di luar konsesi.
  3. Kembali terjadi kebakaran di areal perusahaan fungsi lindung ekosistem gambut.
  4. Terdapat aktivitas pembukaan lahan, dan penanaman akasia di areal Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dan areal Prioritas Restorasi BRG.
  5. Tidak ada upaya pemulihan gambut (Rewetting, Revegetation dan Revitalisasi mata pencarian masyarakat setempat) yang dilakukan perusahaan di areal prioritas restorasi.
  6. Terdapat penanaman akasia di luar izin konsesi
    1. Korporasi HTI masih terus berkonflik dengan masyarakat tanpa ada upaya serius dalam menyelesaikan konflik lahan dan sosial di areal perusahaan.
      1. Korporasi HTI yang terafiliasi dengan APRIL dan APP Grup melakukan kegiatan yang melanggar kebijakkan terbaru FSC.
      1. Korporasi HTI mengabaikan adanya kebijakan EUDR yang lahir dari tuntutan pasar sebagai agenda perubahan iklim.

Koalisi meyakini bahwa temuan hasil pemantauan lapangan di 11 provinsi dapat menjadi jalan bagi Kemenhut untuk menindak tegas pelaku pencemaran, perusakan lingkungan dan pembakaran hutan, mengevaluasi izin korporasi HTI serta penyelesaian konflik sesuai dengan Visi dan Misi pemerintahan Presiden Prabowo. Untuk itu Koalisi 11 provinsi merekomendasikan:

  1. Kementerian Kehutanan mendorong pemerintah untuk mereview Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2021, khususnya masa izin PBPH yang dapat mencapai 180 tahun.
  2. ⁠Kementerian Kehutanan segera mereview izin korporasi yang melanggar peraturan perlindungan dan pemulihan ekosistem gambut, komitmen NDPE terjadi karhutla dan perampasan hutan tanah milik masyarakat adat dan tempatan.
  3. ⁠Kementerian Kehutanan mempercepat penyelesaian konflik antara korporasi HTI dengan masyarakat melalui kebijakan hak dan akses bagi masyarakat melalui skema hutan adat, PS dan/atau TORA
  4. ⁠Kementerian Kehutanan segera mendorong memperbaiki regulasi pengelolaan hutan dan menyelaraskan dengan kebijakan EUDR.
  5. ⁠FSC menghentikan proses sertifikasi FSC untuk APP dan APRIL dan segera menginvestigasi pelanggaran kebijakan terbaru FSC yang dilakukan APRIL dan APP.

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *