Majelis Hakim Harus Vonis PT SSS: Denda Rp 10 Miliar dan Pidana Tambahan Pemulihan Lingkungan Rp 55 Miliar serta Cabut Izin Usaha Perkebunan

Pekanbaru, Senin 4 Mei 2020—Jelang putusan terdakwa PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS), Senarai dan Jikalahari mendesak Majelis Hakim agar memasukkan beberapa pertimbangan dalam amar putusannya.

Pertama, mengutip pembelaan Penasehat Hukum PT SSS bahwa, perusahaan ini dikorbankan untuk menghentikan gejolak publik atas peristiwa kabut asap yang meresahkan Republik Indonesia sekitar bulan Juli sampai September 2019 yang lalu. Sementara, lahan PT SSS terbakar pada Februari sampai Maret 2019.

Pernyataan Penasehat Hukum PT SSS benar adanya. Oleh karena itu majelis hakim harus menyebut, penegak hukum mesti memeriksa perusahaan lain yang terbakar hingga menyeret mereka ke pengadilan.

Investigasi Jikalahari sepanjang 2019 menemukan, kebakaran terjadi diwilayah korporasi hutan tanaman industri dan korporasi sawit. Antara lain: PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Rokan Lestari, PT Satria Perkasa Agung, PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Surya Dumai Agrindo.

Jikalahari juga melakukan investigasi di 10 korporasi yang disegel oleh Gakkum KLHK sepanjang 2019. Anatara lain: PT Adei Plantation dan Industry, PT RAPP, PT Gandaerah Hendana, PT Teso Indah, PT Gelora Sawit Nusantara, PT Sumatera Riang Lestari, PT Musimas, PT Tabung Haji Indo Plantation, PT Teguh Karsa Wana Lestari dan PT Arara Abadi.

Hasilnya, kebakaran memang terjadi di dalam konsesi perusahaan, berada pada wilayah gambut, lokasi yang terbakar merupakan tanaman tidak produktif, berada di lahan konflik dengan masyarakat dan dugaan sengaja membakar untuk menanam sawit.

Kedua, mendukung pertimbangan majelis hakim saat baca putusan terhadap Pjs Estate Manager PT SSS Alwi Omri Harahap. Kata Ketua Majelis Hakim Bambang Setyawan, seharusnya bukan Alwi saja yang dijadikan terdakwa dalam perkara ini karena dia hanya karyawan biasa yang melaksanakan perintah atasan. Masih ada yang terkait dan lebih bertanggungjawab untuk dihadirkan di persidangan.

Tidak cukup sampai disitu. Majelis Hakim langsung saja menyebut, penegak hukum juga harus memeriksa Direktur Utama dan penerima manfaat serta pengendali korporasi sampai mereka benar-benar diseret ke pengadilan.

Ketiga, merujuk UU Kehakiman No 48/2009 Pasal 5 Ayat (1), hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, hakim wajib mempertimbangan dampak sosial, kesehatan dan ekonomi akibat kebakaran yang terjadi sepanjang 2019, khususnya 155,2 hektar yang diakibatkan oleh PT SSS.

Catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, kebakaran hutan dan lahan pada 2019 seluas 9.713,80 hektar. Rianciannya: Rokan Hilir 1.941,45 hektar; Rokan Hulu 89,25 hektar; Kampar 385,55 hektar; Pekanbaru 333,81 hektar; Kuantan Singingi 28,1 hektar; Indragiri Hulu 1.693,3 hektar; Dumai 351,75 hektar; Bengkalis 1.911,34 hektar; Kepulauan Meranti 388,5 hektar; Siak 891,19 hektar; Pelalawan 561,2 hektar serta Indragiri Hilir 1.138,35 hektar.

Dampaknya, sekolah diliburkan. Rentang Januari hingga 11 September 2019, penderita ISPA di Riau mencapai 281.626 orang (riau.go.id). Di Pelalawan, hingga medio September 2019, korban ISPA mencapai 1.200 orang. Korban paling banyak usia di atas 5 tahun yakni 847 orang. Di bawah 1 tahun 89 orang dan usia 1-5 tahun 264 orang.[1] Akhir September meningkat drastis menjadi 4.632 orang.[2] Tiga orang meninggal dunia karena terpapar zat beracun dari asap kebakaran. Sedangkan kerugian ekonomi di Riau mencapai Rp 50 triliun. Berdasarkan terganggunya aktivitas perdagangan, jasa, kuliner, perkebunan dan kerugian waktu delay penerbangan.[3]

Selain itu, jelang putusan majelis hakim pada Rabu 6 Mei 2020 di PN Pelalawan, Jikalahari dan Senarai juga telah meluncurkan Brief berjudul “Bukan Lalai, PT Sumber Sawit Sejahtera Membiarkan Lahannya Terbakar”. Ada tujuh alasan berdasarkan pantauan selama persidangan termasuk sidang lapangan dan investigasi langsung di areal PT SSS yang terbakar:

Pertama, areal terbakar masuk dalam peta rawan kebakaran. Kedua, tanaman sawit produktif tidak terbakar. Ketiga, minimnya sarana dan prasarana. Keempat, masuk dalam restorasi badan restorasi gambut. Kelima, regu pemadam tidak terlatih. Keenam, karyawan sesak napas saat padamkan api. Ketujuh, merugikan ekonomi dan ekologis.

Oleh karenanya, majelis hakim harus menghukum PT SSS lebih berat dari tuntutan jaksa yakni, denda Rp 10 milyar, pidana tambahan berupa perbaikan kerusakan lingkungan senilai Rp 55 milyar dan mencabut Izin Usaha Perkebunan PT SSS.

 

Narahubung:

Aldo—0812 6111 6340

Jeffri—0853 6525 0049

[1] http://fokusriau.com/pelalawan-34306-1200-warga-pelalawan-riau-menderita-ispa-dokter-sarankan-ibu-hamil-mengungsi.html

[2] http://www.riaubook.com/berita/50285/4632-orang-di-pelalawan-terserang-ispa

[3] https://bisnis.tempo.co/read/1249960/kerugian-akibat-kebakaran-hutan-di-riau-tembus-rp-50-triliun/full&view=ok

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *