SEKBER RIAU
PULIHKAN HAK RAKYAT INDONESIA
WALHI RIAU, JIKALAHARI, SPI RIAU, JMGR, SPKS, AMAN RIAU, HAKIKI, TELAPAK RIAU, GREEN PEACE SEA, ELANG, FITRA RIAU, GURINDAM 12, TREE HOUSE, LBH PEKANBARU, KABUT, KALIPTRA, LENTERA, BAHANA MAHASISWA, FOPERSMA, MAPALA UIR, HMI-MPO.
Laporan ini dikirim ke Polda Riau pada 9 Maret 2012. Tujuannya, agar polisi segera menetapkan tersangka saat bentrokan terjadi pada 6 Maret 2012, di Gunung Sahilan, Kampar.
PT RAPP sengaja menyiapkan karyawan dan security lengkap dengan senjata tajam serta alat berat untuk menghadang warga. PT RAPP yang pertama memulai dan memicu hingga bentrokan terjadi dengan cara memprovokasi dan memancing emosi warga yaitu merobohkan pondokan yang dibangun warga dan mencabut tanaman karet yang sudah ditanami warga. Hingga melukai belasan warga dan merusak setidaknya 70-an sepeda motor.
I
PENGANTAR
PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (PT RAPP) SENGAJA MENYIAPKAN sekira 500-an karyawan dan security lengkap dengan pentungan, pisau (sangkur), tombak babi, dan kayu. Selain karyawan dan security, PT RAPP juga menyiapkan satu unit mobil Ford ranger bak terbuka berisi batu, 3 (tiga) unit alat berat jenis Skidder dan satu mobil ambulance. Sekira 500-an (karyawan dan security) PT RAPP siap menghadang sekira 700-an warga Dusun Kaumang. Jarak antara masyarakat dengan perusahaan sekira 20 meter.
Polisi dan Danramil juga siap berjaga-jaga di area itu. Sempat terjadi cek-cok antara masyarakat dengan perwakilan perusahaan. Namun masih bisa diredam oleh pihak Kepolisian, Kepala desa dan Ninik mamak hingga suasana sempat terkendali.
Masyarakat yang diwakili oleh Ninik mamak, kepala desa dan perwakilan perusahaan serta pihak kepolisian mencoba mencari solusi di tempat terpisah. Kedua belah pihak sepakat untuk membubarkan diri.
Tiba-tiba 1 (satu) unit alat berat jenis skidder bergerak merobohkan pondokan yang dibangun masyarakat. Beberapa karyawan PT RAPP mencabut tanaman karet dan menggantinya dengan tanaman akasia. Sontak, emosi masyarakat meledak hingga terjadi saling lempar batu dan kayu. Bentrok pun berlangsung di areal B-08, sekitar pukul 11.00, Selasa pagi 6 Maret 2012.
Teriakan, “serbu” dari komando pihak perusahaan, mengarahkan alat berat jenis skidder ke kerumanan warga. Masyarakat lari tunggang-langgang meninggalkan lokasi. Alat berat jenis skidder menggilas apa saja termasuk setidaknya 70-an sepeda motor hingga rusak berat. Meski tak ada korban jiwa, sedikitnya 15 masyarakat mengalami luka-luka akibat pukulan benda tumpul dan pisau (sangkur).
Korban dari warga Desa Gunung Sahilan; Kisan, Rizon, Azwar, Een, Nur Aziza, Iyal Sorim, Warni, Erni, Sudarni, Ronal Usman, Ujang Rusli, Pijai, Hendra, Ipet dan Rino Ronaldi. Een, 25 tahun, kepala sobek akhirnya dijahit. Nur Aziza, betis kena sangkur juga dijahit. Sukri Sandri, 25 tahun, dagu robek dan lengan kena pukulan kayu. “Yang luka, tapi tak terlalu parah juga banyak,” kata Rafizon, 32 tahun, warga desa Gunung Sahilan.
Hendra, salah seorang korban insiden yang ditemui Riau Pos menceritakan, kejadian itu berlangsung cepat. Menurutnya, warga terpancing Satpam (security) perusahaan yang melakukan aksi merobohkan pondok warga. Ia sendiri saat itu mendadak sudah dikepung sekitar 20 orang satpam dan karyawan. Menangkap, memukul secara beramai-ramai.
Untungnya, di tengah situasi yang kalut tersebut, ada warga yang melihatnya dan membantunya, sehingga berhasil keluar dari kepungan. Namun bagian kening Hendra mengalami luka robek dan mendapatkan empat jahitan. Hendra memperlihatkan luka memar yang ada di bagian punggungnya akibat dikeroyok. Masyarakat sepakat persoalan ini segera diselesaikan dan status lahan yang disengketakan ada kejelasannya.
II
GAMBARAN KASUS
SEBULAN sebelumnya, awal Februari, warga dua desa lakukan penanaman karet di lahan bekas panen HTI PT RAPP. Sekitar setengah jam dari perkampungan. Mereka tanam sekitar 5,000 (lima ribu bibit) karet umur enam sampai setahun. Tingginya rata-rata satu meter. Mereka juga bangun pondok kecil guna istirahat. “Itu penanaman tahap pertama,” kata Ramadhan, 38 tahun, warga desa Gunung Sahilan. “Kita ingin tanah itu untuk pengembangan desa, karena masyarakat sini butuh tanah untuk menghidupi keluarga.”
Minggu berikutnya, tahap kedua dilakukan. Mereka kembali tanam 5000 (lima ribu bibit) karet dengan tinggi dan umur sama. Tahap ketiga, 24 Februari 2012 ditanam 3000 (tiga ribu bibit) karet dengan jenis serupa.
Seminggu setelah penanaman tahap ketiga, Manajemen PT RAPP merespon. Mereka ajak masyarakat berdialog. Pertemuan dilakukan di Pasar Desa Gunung Sahilan. Selain pihak PT RAPP dan masyarakat, hadir juga Kepada Desa Gunung Sahilan dan Sahilan Darussalam. Camat Gunung Sahilan, Kapolsek Kampar Kiri dan Koramil.
Warga tuntut PT RAPP berikan lahan seluas 2000 hektar. Lahan untuk 1000 (seribu) masyarakat dua desa. Hitungannya, tiap orang dapat 2 (dua) hektar lahan. Perwakilan PT RAPP tak dapat putuskan. Mereka harus berunding di internal manajemen PT RAPP. Rapat dapat kesepakatan; hingga Kamis, 8 Maret 2012, antara PT RAPP dan masyarakat tak boleh ada aktivfitas pada lahan yang sudah ditanami karet warga.
SAIROPI, 48 tahun, warga Desa Gunung Sahilan ke kebun, Senin 5 Maret 2012. Kebunnya dekat lahan konsesi PT RAPP yang telah ditanami karet warga. Pagi itu ia lihat karyawan RAPP cabuti bibit Karet warga dan diganti dengan bibit Akasia. Karyawan didampingi satpam perusahaan.
Melihat kejadian itu Sairopi laporkan pada warga lainnya. Siangnya, sekitar 150 warga ke lokasi. Mereka jumpai karyawan dan satpam PT RAPP. Warga minta untuk hentikan pencabutan dan penanaman Akasia. Tapi, tak direspon. Warga putuskan kembali ke desa.
Malamnya warga gelar rapat. Hasilnya, akan lakukan aksi damai. Esoknya, 6 Maret 2012, sekitar 800 warga dari dua desa—ada ibu-ibu dan anak-anak—menuju lokasi; lahan yang mereka tanami Karet yang kemudian dicabut karyawan PT RAPP.
Di sana mereka sudah ditunggu karyawan, satpam dan pihak Humas RAPP. Dari pengamatan Ramadhan, Rafizon dan Ade Saputra, 28 tahun di sana ada 1 unit mobil Ambulance, 2 unit Skidder, beberapa kayu pentungan. Dua mobil Ford Ranger berisi batu dan 1 mobil truk Cold Disel berisi Tombak Babi. “Satu operator Skidder pakai penutup mata, mungkin supaya tak dikenali. Sepertinya mereka memang sudah siap,” kata Ade.
Lewat perwakilan, warga lakukan dialog dengan Humas PT RAPP bernama Harianang. Ramadhan salah satu warga yang ikut berunding. “Kita tetap minta PT RAPP berikan 2000 hektar lahan mereka kepada masyarakat. Tapi kata mereka, kalau mau minta ke Pemerintah, karena mereka dapat izin dari Pemerintah,” kata Ramadhan.
Harianang tak bisa putuskan. Berunding tak dapat hasil. Warga putuskan mundur beberapa langkah. “Kita ingin berembuk, bagaimana baiknya langkah-langkah yang akan dilakukan,” kata Ramadhan.
Sewaktu warga berembuk, tiba-tiba Skidder perusahaan melindas pondok milik warga. Seketika saja perundingan warga ribut. Beberapa warga datangi pihak satpam RAPP minta Skidder dihentikan. Satpam tak respon. Skidder tetap jalan.
Kondisi semakin ribut. Lemparan batu terjadi antar warga dengan satpam dan karyawan RAPP. sementara Skidder terus jalan ke arah warga. “Kami tentu takut, karyawan dan satpam RAPP kearah kami diiringi Skidder, semua lari mundur,” kata Rafizon. “Ada yang sempat lari pakai sepeda motor ada yang tidak.” Skidder gilas sepeda motor warga. Dalam bentrok, tak hannya lempar batu. Juga ada yang lempar sangkur. Ada juga warga kena pukulan kayu dan pentungan.
KEPALA DESA GUNUNG SAHILAN SYOFIAN yang didampingi Sekdes Amyur dan Kepala Desa Sahilan Darussalam Busman WH menjelaskan, peristiwa ini dipicu sikap perusahaan yang melanggar kesepakatan.
Dalam kesepakatan dan perundingan yang sebelumnya dilaksanakan pada Kamis 2 Februari 2012, perusahaan dan warga sepakat sebelum ada kejelasan dan putusan, lahan seluas 2.000 hektare yang disengketakan, di-statusquo-kan. Kenyataannya, kesepakatan itu dilanggar. Syofian mengakui, kalau lahan 2.000 hektare itu masuk HTI PT RAPP. Tapi, lahan tersebut milik masyarakat Kenegerian Gunung Sahilan. Bahkan, kawasan asal usul Kenegerian Gunung Sahilan sejak dahulu. Lahan 2.000 hektare yang dituntut warga akan dimanfaatkan untuk tanaman rakyat seperti pembangunan kebun untuk 1.000 KK.
Menurut Busman masalah ini tidak ada kaitannya dengan kebun kelapa sawit KKPA yang dibangun perusahaan 2.250 ha, meski belum seluruhnya dibangun. Awalnya warga tidak melakukan aksi apa pun mereka hanya minta kepastian soal pelepasan lahan dan mengapa ada aktivitas di lahan yang di-statusquo-kan.
Meski PT RAPP telah membangunkan warga pola kemitraan (KKPA) seluas 2250 ha beranggotakan 1125 KK dengan sistem hutang, namun sudah sekian tahun berjalan hutang tersebut tidak kunjung lunas hingga penghasilan warga kian menurun. Lahan yang digunakan untuk pola kemitraan di luar konsesi dan Pola Kemitraan ini dikelola oleh PT. RGMS, pembayarannya dilakukan oleh KUD dan masyarakat tidak mendapat informasi secara detil tentang pengelolaan pola kemitraan tersebut. Dengan demikian warga merasa ruang hidup dan ruang kelola terhadap lahan yang merupakan sumber ekonomi menjadi terbatas.
Menurut masyarakat lahan yang dituntut ini merupakan tanah ulayat yang masuk dalam konsesi PT. RAPP seluas ± 30.000 ha. Masyarakat melalui ninik mamak dan aparatur desa sudah pernah menanyakan luasan izin kepada pihak PT. RAPP, tapi PT. RAPP tidak bisa menunjukkan bahkan tidak ada Tapal batas yang jelas antara konsesi dengan lahan garapan masyarakat.
Sudah ada perundingan- perundingan yang dilakukan oleh masyarakat, aparat desa dan ninik mamak dengan pihak perusahaan agar pihak perusahaan sesegera mungkin memberi jawaban terhadap tuntutan mereka, namun hingga bentrokan ini terjadi belum ada kepastian jawaban dari pihak perusahaan.
III
SIMPULAN
Dari paparan di atas, terlihat jelas PT RAPP sengaja menyiapkan karyawan dan security lengkap dengan senjata tajam serta alat berat untuk menghadang warga melakukan unjuk rasa. PT RAPP yang pertama memulai dan memicu hingga bentrokan terjadi dengan cara memprovokasi dan memancing emosi warga yaitu merobohkan pondokan yang dibangun warga dan mencabut tanaman karet yang sudah ditanami warga. Hingga melukai belasan warga dan merusak setidaknya 70-an sepeda motor. Dan ini jelas tindakan pidana melukai orang dan merusak barang milik orang lain.
IV
SIKAP
“Konflik lahan antara masyarakat dengan PT RAPP dalam kasus warga Desa Gunung Sahilan dan Sahilan Darussalam, Kampar, Riau sudah terjadi cukup lama namun tidak ada penyelesaian secara substansial yang dilakukan perusahaan dan berakibat pada bentrokan fisik yang merugikan semua pihak. Kasus yang bertahun-tahun saja tidak ditangani perusahaan apalagi kasus yang baru terutama di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang yang kini jauh dari harapan penyelesaian,” ujar Koordinator Jikalahari, Muslim.
Direktur WALHI Riau, Hariansyah Usman mengatakan, tiga bulan terakhir WALHI Riau mencatat 14 peristiwa demonstrasi yang dipicu oleh konflik lahan yang dilakukan masyarakat terhadap perusahaan di Riau. Dari 14 peristiwa itu setidaknya ada tujuh orang korban luka tembak maupun luka akibat pemukulan dan empat orang ditangkap pihak kepolisian. Ini sebuah kondisi yang mengkhawatirkan, sehingga tidak ada kata lain untuk pemerintah segera mengambil langkah-langkah strategis terkait penyelesaian konflik agrarian ini.
“Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap izin perusahaan-perusahaan yang berbasis lahan terutama di sektor perkebunan sawit, pulp dan kertas. Sementara konflik di kawasan konsesi agar segera diselesaikan dengan membentuk badan resolusi konflik di tingkat daerah,” kata Hariansyah.
“Pada tahun 2011, data Scale Up mengungkapkan jumlah kasus konflik antara masyarakat dengan sebanyak 34 kasus. Kasus tersebut didominasi oleh tumpang tindih kepemilikan. Konflik yang muncul merupakan fakta bahwa perusahaan tidak menerapkan prinsip keputusan bebas yang didahulukan tanpa paksaan atau Free, Prior, Informed and Consent (FPIC),”ujar Harry Oktavian, Wakil Direktur Scale Up. #