Siaran Pers Bersama
Jikalahari Riau dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
14 Agustus 2019
Situasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia saat ini sedang dalam kondisi mengkhawatirkan. Lebih dari 1000 hotspot dalam beberapa hari ini terus meningkat dan mencatatkan 80% dari total hotspot di negara-negara ASEAN berdasarkan data Asean Specialized Meteorological Center (ASMC). Ini merupakan sejarah tertinggi sejak tahun 2015. Dalam kunjungan terkait Karhutla yang dilakukan Panglima TNI-Kapolri-Menteri LHK di Riau, Kapolri Jendral Tito Karnavian menyatakan bahwa akan menarik kasus-kasus Karhutla ke Mabes jika di Polda penegakan hukum tidak efektif.
Menanggapi pernyataan Kapolri tersebut, Henri Subagiyo Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) berharap bahwa itu bukan hanya sekedar lip service ditengah situasi Karhutla yang semakin memburuk. “Kita sudah pernah disuguhi hal yang serupa. Tetapi seringkali hal-hal demikian berjalan tidak konsisten setelah Karhutla reda. Padahal upaya pengendalian Karhutla termasuk penegakan hukum harus terus berjalan meskipun hotspot dilapangan berkurang. Kapolri Jendral Tito Karnavian sendiri sudah pernah meneken Surat Edaran Kapolri No. SE/15/XI/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tanggal 10 November 2016. SE tersebut bisa dibilang cukup komprehensif yang mencakup arahan bagi jajaran Polri untuk melakukan upaya preemtif, preventif dan represif lengkap dengan arahan melakukan upaya pembuktian dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Tapi hasilnya hingga saat ini belum banyak dirasakan oleh publik, khususnya penegakan hukum bagi para pelaku korporasi. Ingat bahwa terkait dengan penegakan hukum ini Komisi III DPR RI sempat membentuk Panitia Kerja Karhutla di tahun 2016 meskipun hasilnya tidak jelas.”
Henri menegaskan bahwa seharusnya Kapolri Jendral Tito Karnavian bisa bersikap lebih tegas, totalitas dan komprehensif. Saya kira Kapolri seharusnya bisa menggunakan SE tersebut sebagai dasar untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua jajaran dibawahnya apakah SE tersebut dilaksanakan dengan baik. Kalau perlu Kapolri membentuk gugus tugas tersendiri untuk melakukan hal itu, imbuhnya.
“Apa jaminannya kasus-kasis karhutla ditarik ke Mabes jika di Polda penegakan hukum tidak efektif? Saya kira sama saja, laporan Jikalahari terkait karhutla hinga detik ini satupun tidak jelas prosesnya,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari. Pada 2016 Jikalahari melaporkan 49 perusahaan ke Mabes Polri salah satunya terkait pembakaran hutan dan lahan.
Termasuk, hingga detik ini pula Kapolri Jenderal Tito Karnavian tidak punya keberanian membuka kembali SP3 15 Korporasi yang dihentikan penyidikannya oleh Polda Riau pada 2015 dan 2016.
Temuan Jikalahari ke-15 korporasi itu kembali terbakar pada 2019. Pantauan Jikalahari melalui satelit Terra – Aqua Modis sepanjang 2019 ada 275 hotspot, dengan confidence > 70% ada 149 titik yang berpotensi menjadi titik api di areal korporasi yang dilakukan SP3. Perusahaannya adalah PT Sumatera Riang Lestari (131 titik) dan PT Suntara Gaja Pati (3 titik). Data lapangan pada Maret 2019 menemukan PT Sumatera Riang Lestari benar terbakar di Pulau Rupat Bengkalis.
“Presiden Jokowi sudah selayaknya mengganti Kapolri Tito Karnavian karena gagal menghentikan karhutla di Riau melalui penegakan hukum yang progresif,” kata Made Ali.
SELESAI
Narahubung
Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009
Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif 081585741001