PEKANBARU, 28 Januari 2019—Jelang sidang putusan terdakwa perusakan hutan dan lingkungan hidup pada 29 Januari 2019, Jikalahari mendesak majelis hakim menghukum terdakwa Sukhdev Singh penjara 10 tahun dan denda Rp 10 miliar serta pidana tambahan negara merampas lahan yang dikuasai Sukhdev Singh untuk dikembalikan ke Negara.
Sukhdev Sing telah melanggar Pasal 92 Ayat (1) huruf a Jo Pasal 17 Ayat (2) huruf b. UU RI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Karena menguasai lahan seluas 141 hektar untuk budidaya perkebunan sawit di Dusun Tasik Desa Segati Kecamatan Langgam Pelalawan.
Areal yang dikelola Sukdhev merupakan bekas kawasan HPH PT Siak Raya Timber (SRT) yang telah dicabut izinnya oleh Menteri LHK dan masuk dalam program Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN) sejak 2016 hingga kini. Program ini bertujuan memulihkan kembali fungsi hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan kawasan disekitarnya termasuk Eks HPH PT SRT dan PT Hutani Sola Lestari, 13 konsesi HTI dan 11 HGU sawit.
Sejak 2016 Tim RETN melakukan pemantauan dan menemukan 25o cukong menguasai lahan tanpa izin untuk perkebunan sawit di kawasan eks PT SRT, PT HSL dan di dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Namun baru satu yang diseret ke pengadilan.
Lambannya penegakan hukum terhadap cukong yang menguasai lahan menyebabkan pemulihan terhadap Ekosistem Tesso Nilo sulit dilakukan. “Putusan terhadap Sukhdev Singh sangat penting, untuk menangkap cukong lainnya yang menguasai lahan dalam Ekosistem Tesso Nilo,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari
“Keberadaan perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS) turut serta dalam rusaknya Ekosistem Tesso Nillo, karena sampai saat ini masih menerima tandan buah segar yang berasal dari kawasan hutan bahkan dari TN Tesso Nilo,” kata Made Ali
Dalam persidangan Agus mengatakan lahan perkebunan sawit milik Sukhdev Singh tempat ia bekerja memiliki luas 142 Hektar, 70 hektar sudah menghasilkan sisanya sedang proses penanaman. Saat panen hasil sawit dijual ke PT Sawit Mas Nusantara dan PT Usaha Kita Makmur .
Menurut Pasal 17 ayat 2 (e) UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan menyebutkan Setiap orang dilarang membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin. “PT sawit Mas Nusantara dan PT Usaha Kita Makmur sudah melanggar dan dapat disanksi sesuai Pasal 93 ayat 1 UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” kata Made Ali
Hasil Investigasi Eyes on the Forest pada 2017, menemukan grup 4 besar yang terdiri dari Wilmar, Musimas, Golden Agri – Resources dan Royal Golden Eagle menerima cpo yang bersumber dari PKS yang menerima TBS dari kawasan hutan. PT Sawit Mas Nusantara salah satu pemasok CPO untuk Royal Golden Eagle yang disebutkan dalam persidangan Sukhdev Singh.
Jikalahari merekomendasikan;
1. Hakim menghukum pidana penjara terdakwa Sukhdev Singh 10 tahun dan denda Rp 10 miliar serta pidana tambahan negara merampas lahan yang dikuasai Sukhdev Singh untuk dikembalikan ke Negara.
2. Hakim dalam pertimbangan putusannya meminta penyidik memeriksa PT PT Sawit Mas Nusantara dan PT Usaha Kita Makmur karena terbukti menerima sawit dari kawasan hutan.
3. Penegak Hukum segera menindak 249 cukong lainnya yang berada dalam Ekosistem Tesso Nilo.
4. Penegak Hukum segera menindak korporasi yang terbukti menerima tandan buah segar dari kawasan hutan.
5. Penegak Hukum segera menindak Royal Golden Eagle karena menerima CPO yang berasal dari kawasan hutan.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari 0812 7531 1009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340