Jakarta – Salah satu permasalahan yang menyebabkan terjadinya penghancuran hutan di Indonesia terutama di Sumatera, adalah keberadaan pabrik bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Industri yang mengandalkan bahan baku dari kayu ini, pada kenyataannya, mempunyai potensi serta konstribusi besar dari “kerangka sistematis” penghancuran hutan alam.
Jakarta – Salah satu permasalahan yang menyebabkan terjadinya penghancuran hutan di Indonesia terutama di Sumatera, adalah keberadaan pabrik bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Industri yang mengandalkan bahan baku dari kayu ini, pada kenyataannya, mempunyai potensi serta konstribusi besar dari “kerangka sistematis” penghancuran hutan alam.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa industri pulp dan paper untuk mencukupi kapasitas industri mereka adalah dengan cara membabat kayu dari hutan alam. Pernyataan bahwa pasokan industri akan dicukupi dari hutan tanaman industri yang mereka kelola, faktanya hanya omong kosong belaka. Ini dikarenakan pabrik pulp dan paper selalu membangun kapasitas industri melebihi kapasitas pasokan hutan tanaman industri mereka. Dapat dijadikan contoh adalah PT Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP) yang wilayah operasinya berada di Riau dan Sumatera Utara.
Dalam upaya mendapatkan pasokan kayunya, PT RAPP perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited (APRIL Group) ini tidak hanya melakukan kerangka sistematis penghancuran hutan alam di Sumatera yang berdampak terhadap penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan, tetapi juga mengakibatkan konflik sosial dengan masyarakat, terutama dengan petani dan masyarakat adat. Perusahaan pulp dan paper merampas sumber-sumber kehidupan berupa tanah hutan atau wilayah kelola masyarakat. Perlawanan dari masyarakat untuk mempertahankan hak tak jarang kemudian harus berhadapan dengan aparat keamanan yang berpihak kepada perusahaan yang kemudian sampai memakan korban jiwa.
Di Riau, PT. RAPP saat ini sedang melakukan pembabatan hutan alam di kawasan gambut dalam dan pulau-pulau kecil terluar. Di kawasan Semenanjung Kampar Seluas 55.940 ha dan Pulau Padang 43.000 ha. Sedangkan mitranya PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) di Pulau Rangsang seluas 18.890 ha, Tempuling seluas 48.635 ha dan Pulau Rupat seluas 38.59 ha; lalu di Pulau Tebing Tinggi PT Lestari Unggul Makmur (LUM) dengan luas 10.390 ha. Semua kawasan ini tersebar di lima (5) Kabupaten antara lain Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Di Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Padang Lawas dengan luas wilayah 300.000 ha PT RAPP sudah menguasai lahan seluas 107.000 ha, melalui anak perusahaannya yaitu PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) 65.000 ha dan PT. Sumatera Silva Lestari (SSL) 42.000 ha dan di sini perusahaan juga melakukan praktek-praktek yang sama seperti yang terjadi di Riau.
Dari beberapa kasus di atas, Komite Anti Penghancuran Hutan Indonesia (KAPHI) hari ini menyatakan sikap tegas kepada pemerintahan SBY-Boediono melalui Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan untuk menghentikan operasi penghancuran hutan alam dengan segera mencabut/membatalkan seluruh perizinan/konsesi yang telah diberikan kepada PT.Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), serta Mitranya antara lain; PT. Sumatera Riang Lestari (SRL), PT. Sumatera Silva Lestari (SSL) dan PT. Lestari Unggul Makmur (LUM) di wilayah Riau dan Sumatera Utara.
Selain itu KAPHI juga mendesak aparat penegak hukum (KPK dan POLRI) untuk segera menangkap serta mengadili Sukanto Tanoto atas kejahatan kehutanan dan manipulasi pajak yang telah dilakukan PT.Riau Andalan Pulp Paper.
Komite Anti Penghancuran Hutan Indonesia (KAPHI) : WALHI, AJI, ICW, LBH Pers, HMI-MPO, JIKALAHARI Riau, SCALE UP Riau, Meranti Center, Forum Masyarakat Peduli Lingkungan-Kepulauan Meranti (FMPL-KM), Forum Masyarakat Penyelamat Semenanjung Kampar (FMPSK) dan Masyarakat Penyelamat Lingkungan Sumatera Utara.
Kontak:
Susanto Kurniawan / Jikalahari (+618127631775)
Hariansyah Usman / Walhi (+62 812 76699967)
Link: Walhi