PEKANBARU, JUMAT 07 FEBRUARI 2014—Baru saja Riau terbebas dari kabut asap sejak September 2013 lalu, awal tahun 2014 ini Riau kembali dilanda fenomena kabut asap. Selain hutan tanaman industry berbasis sagu PT Nasional Sagu Prima terbakar, titik api sepanjang Januari-Februari 2014 berdasarkan citra lansat Jikalahari menyebut 87 dari 394 hotspot terjadi di areal konsesi hutan tanaman industri berbasis akasia-eukaliptus.
Hasil investigasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau di Kabupaten Kepulauan Meranti, areal konsesi HTI Sagu PT. National Sago Prima (Sampoerna Agro Group) di Desa Kepau, Baru Kecamatan Tebing Tinggi Timur terbakar luas hingga melanda perkebunan sagu masyarakat Desa Kepau. Kebakaran di areal HTI PT National Sago Prima bermula pada satu titik kecil di blok K.26 pada Kamis 31 Januari 2014 sekitar pukul 19.30. “Kebakaran ini gagal dipadamkan karena kelalaian pihak perusahaan yang mempunyai areal konsesi seluas 21 ribu hektar tidak mempunyai peralatan memadai guna memadamkan api yang membara,” kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau.
Pantauan di lapangan, PT National Sago Prima hanya mempunya pompa air pemadam api sebanyak tiga unit, yang dapat beroperasi hanya satu unit. “Dengan areal konsesi seluas itu, jelas kelalaian ini merupakan kelalaian yang terstruktur yang mengakibatkan api membesar dan melahap 500 Ha lebih pohon sagu,” kata Riko Kurniawan. Kondisi angin yang kencang dari arah Pulau Rangsang, api cepat menyebar ke perkebunan sagu milik masyarakat. Pada Sabtu, 1 Febuari 2014 sekitar pukul 13.30, kurang dari sepuluh meter jarak api telah menyebar ke pemukimam menyatu dengan kebun sagu warga.
Warga berkonsenterasi menyelamatkan pemukiman mereka. “Adapun hingga sore kemarin api dari areal PT National Sago Prima telah melahap lebih dari 250 hektar perkebunan sagu rakyat,” kata Abdul Manan, warga Desa Sungai Tohor yang membantu pemadaman api di Desa Kepau Baru. Desa Sungai Tohor bertetangga dengan desa Kepau Baru.
“Sistem budi daya sagu PT. NSP yang mempergunakan sistem kanalisasi juga turut menjadi penyebab cepat menjalarnya api di areal konsesi PT. NSP ke perkebunan masyarakat,” kata Riko Kurniawan. Kebakaran di areal PT National Sago Prima tiap tahun terjadi. “Tahun ini merupakan kebakaran terbesar selama perusahaan ini beroperasi,” kata Abdul Manan. “PT National Sago Prima sama sekali tidak memberikan bantuan masker dan kesehatan terhadap masyarakat. Setelah kebakaran berjalan hampir tiga hari PT National Sago Prima sama sekali belum memberikan bantuan medis kepada masyarakat,” kata Abdul Manan.
Terbakarnya tanaman sagu masyarakat desa ini menghilangkan sumber pencaharian yang bertumpu dari pembudidayaan sagu. “Bukan sekedar gagal panen, tetapi kebakaran ini mengancam tidak dapat diolahnya lahan masyarakat yang berada di rawa gambut,” kata Riko Kurniawan. Sebab, menurut Riko Kurniawan, bila dilakukan penanaman ulang pohon sagu butuh empat tahun sebelum panen. Bencana ekologis tentunya menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat yang mempunyai keterbatasan modal. “Kami menuntut PT. NSP memberikan ganti rugi sesuai hitungan ekonomis kerugian jangka panjang masyarakat,” kata Riko Kurniawan.
Data Jikalahari berdasarkan citra lansat menyebut titik api ditemukan di kawasan hutan dan non kawasan hutan sepanjang tahun 2013. Total Hospot sepanjang tahun 2013 sebanyak 15.059 titik hotspot. Dengan rincian : total Hotspot terjadi di areal Perkebunan sawit perusahaan (HGU) 805 titik api dengan total 62 perusahaan. Kebun sawit milik warga atau di luar perusahaann (di luar konsesi HGU) total titik api 14.254. Tititk Hospot di areal IUPHHK Hutan Alam ditemukan total 557 titik api. Sebanyak 4.694 titik api terjadi di konsesi hutan tanaman industri yang dikuasai oleh grup APP dan APRIL yaitu 2.891 kebakaran terjadi di grup APP dan 1.803 kebakaran terjadi di konsesi grup APRIL. Titik api juga ditemukan di areal Hutan Lindung,Kawasan Suaka dan di luar dua kawasan itu dengan total Hotspot 13.957 titik api.
Muslim Rasyid, menyebut sepanjang tahun 2013, sudah ada delapan perusahaan pembakar lahan yang ditetapkan tersangka oleh Polda Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup. “Namun, baru satu perusahaan atas nama PT Adei Plantation yang sudah jadi terdakwa di pengadilan negeri Pelalawan,” kata Muslim Rasyid. Ke delapan perusahaan tersebut PT Adei Plantation and Industry, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Bumi Reksa Nusa Sejati, PT Langgam Inti Hibrindo (perusahaan sawit) dan PT Sumatera Riang Lestari, PT Sakato Prama Makmur, PT Ruas Utama Jaya dan PT Bukit Batu Hutani Alam (perusahaan tanaman industry). “Kalau penegakan hukum tidak serius memenjarakan pembakar lahan, tiap tahun kebakaran lahan terus terjadi dan berakibat pada kerusakan ekologis,” kata Muslim Rasyid.
Wawancara Lebih Lanjut, Sila Hubungi:
Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau, 081371302269
Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari, 08127637233