4 Bulan Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan:Budaya Baru Mainstreaming isu Ekologi dalam Penegakan Hukum

Pekanbaru, Rabu 16 Juli 2025—Jikalahari mengapresiasi komitmen dan kebijakan Irjen Pol Herry Heryawan sebagai Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Riau mengarusutamakan isu lingkungan hidup dalam empat bulan sejak dilantik pada 14 Maret 2025. “Langkah Kapolda Riau dalam mengangkat isu ekologis secara konsisten dalam empat bulan ini adalah wujud penegakan hukum yang sangat dibutuhkan di Riau. Dampak buruk dari kerusakan lingkungan serta stigma negatif Riau langganan penyebab kabut asap yang diterima masyarakat Riau selama ini dapat dihentikan,” kata Okto Yugo Setiyo, Koordinator Jikalahari.

Irjen Herry Heryawan menyuarakan kebijakan Green Policing Polda Riau, di mana pendekatan strategis yang menyatukan tugas kepolisian dengan kepedulian lingkungan hidup, arah baru pemolisian yang lebih inklusif, humanis, dan berpijak pada nilai-nilai keberlanjutan. Selain green policing sebagai sebuah konsep, Kapolda Riau juga berhasil memprioritaskan isu lingkungan melalui Gerakan menanam pohon, dari internal Polda Riau, masyarakat hingga seluruh kepala daerah, mulai dari Gubernur hingga Bupati dan Walikota se Riau.

Beberapa aksi nyata Kapolda Riau dalam penegakan hukum dan penyelamatan hutan alam dan wilayah hutan lindung dan konservasi, serta inisiasi gerakan dan kebijakan yang memasukkan isu ekologis dalam 4 bulan pertama kerjanya sebagai berikut;

Penegakkan Hukum kasus lingkungan hidup dan kehutanan:

Pertama, Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH). Saat menjabat, Kapolda Riau membentuk Satgas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH) Polda Riau sebagai respons atas maraknya kejahatan lingkungan, khususnya perambahan hutan. Melalui konferensi pers pada 9 Juni 2025, pembentukan satgas ini merupakan hasil koordinasi intensif dengan BPKH, Dinas Kehutanan, serta atensi khusus dari Menteri Kehutanan.

Satgas pasca dibentuk langsung menangani perambahan di HL Batang Ulak Desa Balung, Kampar dan perambahan seluas 143 ha di Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Rambah Samo, Rokan Hulu dan menangkap dua pelaku. Satgas juga telah menangani 21 kasus perambahan dengan total luas 2,360 ha.

Kedua, penegakan hukum perambahan hutan, illegal logging dan karhutla. Sepanjang Januari – Juli 2025 tercatat telah ada 44 kasus kejahatan terkait kehutanan yang ditangani Polda Riau dengan luas areal terdampak sekitar 2.316 ha. Dari 44 kasus ini, 17 di antaranya merupakan kasus karhutla dengan total 22 tersangka dan luasan karhutla 68 ha. Empat kasus telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum dan sisanya masih dalam tahap penyidikan. Sisanya, 27 kasus dengan 24 tersangka terkait perambahan dan illegal logging dengan luas areal terdampak 2.225 ha. Motif para tersangka menebang kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan sawit.

Ketiga, penegakkan hukum cukong Tesso Nilo. Pada Juni 2025, Polda Riau telah menangkap 2 orang berinisial NS dan DP yang diduga kuat sebagai cukong perambah hutan TNTN seluas 401 ha. Sebelumnya Jasman selaku pemangku adat Batin Muncak Rantau Desa Lubuk Kembang Bunga juga telah ditangkap karena memperjual belikan lahan di TNTN seluas 113 ribu ha. Hal ini terungkap pasca penelusuran dari tersangka sebelumnya Dedi Yanto yang ditangkap karena membeli surat hibah dari Jasman seharga Rp 5 juta untuk lahan seluas 20 ha.

Gebrakan dalam aksi penegakan hukum yang diusung Kapolda Riau juga patut diapresiasi ketika ia turun langsung menghadapi warga yang berdemonstrasi pasca adanya penertiban di TNTN pada 10 Juni 2025. Tim Satgas PKH bentukan Presiden Prabowo berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5/2025 menyegel kebun sawit dalam kawasan. Dalam pertemuan itu, Kapolda Riau menekankan TNTN bukan sekadar bentang alam. Ia adalah rumah bagi makhluk hidup lainnya, khususnya gajah Sumatera.

“Penegakan hukum bukan hanya soal menindak pelaku, namun menjadi bagian dari upaya menyelamatkan hutan Riau dari eksploitasi yang brutal dan menimbulkan kerusakan permanen,” ujar Irjen Herry. 

“Kejahatan lingkungan di Riau hampir seluruhnya untuk memperkaya para pemodal, namun yang terkena imbasnya adalah masyarakat,” kata Okto. Menurutnya jika tidak ada langkah sistematik untuk menangkap para pemodal dan korporasi besar yang menangguk seluruh keuntungan dari merusak hutan, maka upaya penyelamatan ruang ekologis di Riau hanya angan-angan saja. “Namun dengan inisiatif dan kepedulian dari Kapolda Riau terhadap isu lingkungan, masyarakat menaruh harapan besar kepada Irjen Pol Herry,” harap Okto.

Gerakan Mainstreaming Isu Lingkungan Hidup

Pertama, penanaman 10.000 pohon, Pada 27 Maret 2025, Kapolda Riau Kapolda Riau, bersama Gubernur Riau, memimpin acara penanaman sepuluh ribu pohon di Bandara Pinang Kampai. Acara yang diselenggarakan oleh Polda Riau dengan tema “Melindungi Tuah, Menjaga Marwah”.
Kedua, Jambore Karhutla pada 27 April 2025 di Taman Hutan Raya, Minas, Siak. Kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat menghadapi karhutla serta perkuat kolaborasi antar stakeholder. Dihadiri masyarakat, generasi muda bahkan dari Singapura dan Malaysia. Kapolda Riau menekankan pihak kepolisian akan bersiaga dan tim akan mengecek kesiapan embung, kanal, sarana pendukung, serta sumber daya manusia untuk menghadapi karhutla di Riau.

Ketiga, Kuliah umum di Universitas Islam Riau memperkenalkan kebijakan Green Policing. Dihelat pada 16 Mei 2025 bertajuk “Telaah dan Pengenalan Kebijakan Green Policing Polda Riau”. Mengusung visi Melindungi Tuah, Menjaga Marwah, Kapolda Riau tekankan kebijakan ini merupakan strategi dan perubahan cara pandang dalam penegakan hukum. Tak hanya melindungi manusia, namun juga melindungi alam untuk menjaga keseimbangannya demi ruang hidup bersama. 

Ketiga, Pembahasan konflik masyarakat dengan PT Seraya Sumber Lestari (SSL) dilaksanakan pada 12 Juni 2025 di Kantor Bupati Siak. Kapolda Riau turut hadir dan mengapresiasi sikap tegas Bupati Siak, Afni Zulkifli dalam meredam konflik yang terjadi. Ia mengingatkan dunia usaha untuk tidak mengabaikan aspek lingkungan dalam menjalankan bisnis, “Keuntungan bisnis penting, tapi menjaga alam jauh lebih berkelanjutan.”

Keempat, Kegiatan Bakti Religi dan Peduli Lingkungan. Pada 19 Juni 2025, sebagai rangkaian kegiatan peringatan HUT Bhayangkara dan sempena Hari Lingkungan Hidup. Di Desa Tanjung Belit, Kampar Kiri Hulu, Kampar, digelar kegiatan berkemah bersama, penanaman pohon, penaburan benih ikan di Lubuk Larangan, penyerahan bantuan sosial ke masyarakat hingga menghadirkan tokoh seperti Rocky Gerung dan Ustaz Abdul Somad (UAS). Dalam ceramahnya, UAS menyampaikan menjaga alam bukan sekadar pilihan, melainkan bentuk ibadah. Irjen Pol Herry turut menyampaikan, “Mari bersama-sama menjaga alam, bukan karena tren, tapi karena tanggung jawab. Karena hanya dengan kesadaran kolektif, kita bisa mewariskan bumi yang utuh dan beradab kepada generasi mendatang.”

Kelima, Fun Run Serentak se-Riau yang dihelat pada 6 Juli 2025 dipandang sebagai sarana edukasi membangun kesadaran kolektif merawat bumi. Dan berbagai kegiatan seremonial penanaman pohon di Dumai hingga pemberian bibit pohon kepada anggota kepolisian yang berulang tahun.

Keenam, Tutur (Gajah) Domang dan Tari pada 26 Juni 2025, Pertunjukan “Tutur Domang Tari” merupakan hasil kolaborasi antara seniman lokal dan pegiat lingkungan yang mengangkat kisah dua gajah Sumatera bernama Domang dan Tari yang berada di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Pelalawan. Pertunjukan ini mengisahkan perjuangan pelestarian satwa yang semakin terancam akibat perusakan habitat dan konflik dengan manusia.

Sorotan Kritis bagi Kapolda Riau.
Di samping penegakkan hukum dan gerakan isu ekologis, selama 4 bulan juga terdapat persoalan lingkungan yang perlu menjadi perhatian dan solusinya.

Pertama, kerusuhan akibat konflik masyarakat Tumang dan Merempan Hulu vs PT Seraya Sumber Lestari. Akibat kerusuhan ini sebanyak 13 warga kini ditahan di Polda Riau atas tuduhan pengrusakan dan pembakaran dalam aksi unjuk rasa yang terjadi di Kantor PT SSL, namun penegakkan hukum terhadap karyawan PT SSL yang membongkar kebun sawit milik masyarakat pada malam hari dan menggantinya dengan tanaman akasia belum dilakukan oleh Polres Siak maupun Polda Riau.

Kedua, upaya kriminalisasi warga Pulau Rangsang oleh PT Sumatera Riang Lestari. Empat Masyarakat Desa Citra Damai dan Tanjung Samak, dilaporkan ke Polda Riau dengan tuduhan Tindak Pidana Perusakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 atau Pasal 406 jo Pasal 55 KUHP jo pasal 160 KUHP. Terbaru Polda Riau melalui Ditreskrimum Polda Riau mengirimkan surat panggilan saksi ke – 2 untuk masyarakat pada 8 Juli 2025. Keempat masyarakat dilaporkan ke polisi oleh karyawan PT SRL karena menghentikan aktivitas perusahaan yang merambat ke kebun warga. Padahal tak ada kekerasan ataupun perusakan yang dilakukan warga.

Ketiga, keterancaman harimau di Lansekap Kerumutan dari ekspansi korporasi HTI. Lansekap Kerumutan merupakan salah satu hutan alam tersisa di Riau yang menjadi rumah bagi jutaan spesies flora dan fauna. Luasnya sekira 120 ribu hektar, menjadi habitat bagi fauna seperti harimau loreng sumatera (panthera tigris sumatrae), macan dahan (neofelis nebulosa), owa (hylobates moloch), rangkong (bucheros rhinoceros), monyet ekor panjang (macaca fascicularis), dan kuntul putih (egretta intermedia).

Di dalam Lansekap Kerumutan ada 13 korporasi HTI dan HPH: PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara dan PT Inhil Hutani Permai (HTI dan HPH).

Selain korporasi HTI dan HPH, juga terdapat 7 korporasi perkebunan kelapa sawit: PT Tabung Haji Indo plantation/ PT MGI, PT Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi (sawit). Pada 2005 luas hutan alam di Lansekap Kerumutan ada 512.972 ha, saat ini tinggal 285.659 ha.

“Dominasi korporasi HTI dan sawit mengakibatkan deforestasi, menghancurkan habitat harimau Sumatera menyebabkan konflik harimau dan manusia, dalam sepanjang Maret hingga Juli 2025, ada 2 kejadian serangan harimau yang akibatkan 2 warga tewas di Lansekap Kerumutan. Sedangkan ada 1 kejadian harimau tewas di jerat oleh pemburu di Kecamatan Rokan IV Koto. Sebelumnya dari catatan Jikalahari, tercatat sejak 2018 hingga 2024 sudah ada 15 korban serangan harimau dan 13 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan untuk jumlah harimau yang mati karena habitat yang semakin sempit habitatnya hingga diburu mencapai 10 ekor. Periode 2015 – 2025.

“Selain Gajah Tesso Nilo, Kapolda Riau juga harus memberikan KTP untuk Harimau Sumatera agar mereka mendapatkah perhatian untuk dilindungi habitat hidupnya,” kata Okto Yugo, “ancaman terhadap harimau Sumatera ini karena habitat mereka telah berganti menjadi konsesi HTI dan perkebunan sawit. Dominan kasus konflik harimau dan manusia serta harimau yang mati berada dalam kawasan perusahaan seperti PT SPA, RIA, MSK, THIP dan Bhara Induk.”

Keempat, korporasi penerima keuntungan dari TBS Ilegal Tesso Nilo tidak tersentuh. Penertiban dalam kawasan TNTN telah dilakukan dan sejauh ini hanya menyentuh lapisan masyarakat yang menjadi pekerja. Namun belum ada upaya lebih jauh untuk menindak korporasi yang menerima tandan buah segar (TBS) dari kawasan ini. Dalam laporan Eyes on the Forest yang berjudul “Cukup Sudah” pada Juni 2018 menyebutkan hasil investigasi sejak 2011 – 2017 menemukan 4 Besar korporasi penerima TBS dari TNTN: GAR, Musim Mas, RGE dan Wilmar. Dari hasil investigasi Chain of Custody (CoC), keempat perusahaan ini membeli CPO dari pabrik-pabrik yang membeli TBS ilegal dipanen dari TNTN.

Untuk itu, Jikalahari merekomendasikan kepada Kapolda Riau untuk:

  • Konsisten terus membudayakan arus utama ekologi sebagai budaya baru penegakkan hukum di Provinsi Riau.
  • Menginternalisasi dan mensolidkan green policing dalam internal Polda Riau
  • Konsisten tidak memberi ruang, panggung dan endorsment pada korporasi penyebab kerusakan hutan serta jejak pelanggaran hukum seperti korupsi, pengemplangan pajak, illegal logging, perambahan dan karhutla.
  • Menindak cukong dan korporasi, Pabrik Kelapa Sawit penerima TBS dari Tesso Nilo dan kawasan hutan lainnya yang mendapat keuntungan dari korupsi, pengemplangan pajak, illegal logging, perambahan dan karhutla.
  • Berkolaborasi dengan pemerintah daerah, akademisi, CSO, seniman dan masyarakat untuk pembinaan masyarakat yang berkaitan dengan kawasan hutan.

Narahubung:
Okto Yugo Setiyo, Koordinator Jikalahari: +62 853-7485-6435
Nurul Fitria, Manajer Riset dan Kampanye:  +62 852-6571-7699

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *