–Rilis Koalisi Anti Korupsi (KAK) Riau
KOTA BERTUAH. SENIN 10 MARET 2014—Jelang putusan terdakwa HM Rusli Zainal pada Rabu 12 Maret 2014, ujian berat bagi Hakim Ketua Bachtiar Sitompul berserta Hakim Anggota I Ketut Suarta dan Rachman Silaen. “Apakah ketiga hakim tersebut berpihak pada pemberantasan korupsi dan punya nyali dan keberanian melawan koruptor?” tanya Usman, Koordinator Koalisi Anti Korupsi (KAK) Riau. Koalisi terdiri atas Fitra Riau, Jikalahari, Walhi Riau dan riau corruption trial.
Terdakwa HM Rusli Zainal dituntut 17 tahun penjara dan pencabutan hak-hak tertentu berupa hak politik oleh Penuntut Umum KPK pada 20 Februari 2014, menurut Koalisi Anti Korupsi (KAK) Riau,” sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan Rakyat Riau dan keadilan ekologis di mana hutan alam yang telah dirusak oleh korporasi sektor tanaman industri,” kata Usman, Koordinator KAK Riau.
KAK melalui riau corruption trial telah memantau kinerja ketiga hakim tersebut selama proses persidangan yang telah berlangsung selama 27 kali persidangan. Selama persidangan hakim menunjukkan sikap tegas dan serius membuktikan kesalahan terdakwa. Bahkan sebelum saksi memberikan kesaksian, hakim selalu mengingatkan saksi agar berkata jujur. Dan saat sidang agenda keterangan terdakwa, hakim bersikap tegas saat terdakwa tidak mengakui perbuatannya. “Itu patut diapresiasi,” kata Suryadi peneliti riau corruption trial.
”Namun tetap saja wibawa hakim berani melawan koruptor terletak pada saat putusan dibacakan di pengadilan. Jika putusan hakim lebih rendah dari tuntutan publik dan tuntutan Penuntut Umum KPK apalagi putusan bebas, menunjukkan ada mafia peradilan sebelum rapat permusyawaratan hakim.”
Eks Gubernur Riau dua periode tersebut (2003-2013) telah melakukan korupsi penerbitan Bagan Kerja Tahunan (BKT) Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) untuk sembilan korporasi berbasis tanaman industri di Pelalawan dan Siak tahun 2004 dan korupsi saat perubahan Perda untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII tahun 2012.
Dalam kasus BKT UPHHKHT. Terdakwa memaksakan diri menerbitkan BKT UPHHKHT yang bukan kewenangannya untuk PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, PT Selaras Abadi Utama, CV Bhakti Praja Mulia, CV Putri Lindung Bulan, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung, (Kabupaten Pelalawan) dan PT Seraya Sumber Lestari.
Akibat perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan Negara sebesar setidaknya Rp 265 milyar. “Total 30.879 ha kayu hutan alam telah dirusak oleh sembilan korporasi tersebut untuk ditanami akasia gara-gara terdakwa menerbitkan BKT UPHHKHT,” kata Muslim Rasyid.
“Akibat lainnya hutan gambut, tempat masyarakat bergantung untuk kehidupan masa depan dan budaya melayu yang bersumber pada hutan telah pula dirusak oleh terdakwa,” kata Riko Kurniawan, Eksekutif Daerah Walhi Riau. “Gelar datuk Setia dari LAM Riau dan Datu Seri dari Malaysia sesungguhnya tak layak bagi terdakwa atas perbuatannya ikut merusak hutan dan gambut.”
Hasil investigasi Jikalahari, terdakwa semasa menjabat sebagai Bupati Indragiri Hilir pernah menerbitkan IUPHHKHT atas nama PT Bina Duta Laksana. “Ini bukti, bahwa terdakwa punya pengalaman dan sengaja kembali merusak hutan semata-mata demi keuntungan pribadi dan keuntungan korporasi,” kata Muslim Rasyid.
Dalam kasus PON ke XVIII tahun 2012. Terdakwa memeras kontraktor, menyogok anggota DPRD Riau senilai Rp 1,8 Miliar dan menerima uang sebesar Rp 500 juta melalui terpidana Lukman Abbas dan ajudan terdakwa untuk revisi Perda PON. “Terdakwa telah merusak good governance dengan cara mengkorupsi uang rakyat semata-mata untuk kepuasan pribadi,” kata Triono Hadi dari Fitra Riau.
“Kami memberi apresiasi kepada KPK atas tuntutan tersebut, sebab korupsi sebagai extra ordinary crime harus dilawan dengan hukum yang luar biasa pula,” kata Suryadi tim hukum riau corruption trial.#