“Harus Ada Evaluasi Terhadap Izin PT RAPP di Kampar”

RILIS MEDIA
Selasa 6 Maret 2012

Respon NGO di Riau terkait konflik 1000-an Warga Gunung  Kampar dengan PT RAPP (milik Sukanto Tanoto) di kampar pada Selasa 6 Maret 2012. Akibat konflik, 3 warga luka-luka dan 70 motor dirusak karyawan PT RAPP. NGO di Riau yang konsen selamatkan Hutan di Riau, mengutuk tindakan PT RAPP. Reactive line atas konflik lahan di Riau terutama bentrok masyarakat Desa Gunung Sahilan dan Sahilan Darussalam, Kabupaten Kampar, Riau dengan PT RAPP hari ini: LINK dan BERITA TERKAIT: http://riauterkini.com/hukum.php?arr=44587

“Konflik lahan antara masyarakat dengan RAPP dalam kasus warga Desa Gunung Sahilan dan Sahilan Darussalam, Kampar, Riau sudah terjadi cukup lama namun tidak ada penyelesaian secara substansial yang dilakukan perusahaan dan berakibat pada bentrokan fisik yang merugikan semua pihak. Kasus yang bertahun-tahun saja tidak ditangani perusahaan apalagi kasus yang baru terutama di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang yang kini jauh dari harapan penyelesaian.” ujar Koordinator Jikalahari, Muslim.

Persoalannya adalah perusahaan tidak menjalankan Kepmenhut Nomor 246 tahun 1996 junto Permenhut 21 tahun 2006 tentang tanaman kehidupan yang mengharuskan perusahaan menyediakan lahan kehidupan bagi masyarakat di tempat konsesi. Kasus sengketa lahan adalah masalah serius di sektor kehutanan baik perkebunan maupun hutan tanaman industri.

Direktur WALHI Riau, Hariansyah Usman mengatakan, tiga bulan terakhir WALHI Riau mencatat 14 peristiwa demonstrasi yang dipicu oleh konflik lahan yang dilakukan masyarakat terhadap perusahaan di Riau. Dari 14 peristiwa itu setidaknya ada tujuh orang korban luka tembak maupun luka akibat pemukulan dan empat orang ditangkap pihak kepolisian. Ini sebuah kondisi yang mengkhawatirkan, sehingga tidak ada kata lain untuk pemerintah segera mengambil langkah-langkah strategis terkait penyelesaian konflik agrarian ini.

“Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap izin perusahaan-perusahaan yang berbasis lahan terutama di sektor perkebunan sawit, pulp dan kertas. Sementara konflik di kawasan konsesi agar segera diselesaikan dengan membentuk badan resolusi konflik di tingkat daerah,” kata Hariansyah.

“Pada tahun 2011, data Scale Up mengungkapkan jumlah kasus konflik antara masyarakat dengan sebanyak 34 kasus. Kasus tersebut didominasi oleh tumpang tindih kepemilikan. Konflik yang muncul merupakan fakta bahwa perusahaan tidak menerapkan prinsip keputusan bebas yang didahulukan tanpa paksaan atau Free, Prior, Informed and Consent (FPIC).” Ujar Harry Oktavian, Wakil Direktur Scale Up.

Kontak:
Muslim, Koordinator Jikalahari  08127637233
Hariansyah Usman, Direktur WALHI Riau, 081276699967
Harry Oktavian, Wakil Direktur Scale Up, 08127525289
Made Ali, Manager Komunikasi Informasi Jikalahari, 081378056547

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *