Pemuda 9 Penjaga Hutan Adat Dubalang Anak Talang

Oleh Nurul Fitria


M
ENTARI pagi iringi langkah sembilan pasang kaki memasuki kawasan hutan. Saat itu tepat pukul delapan. Ransel berisi bekal makanan menggantung di tiap punggung kesembilan pemuda yang terus beranjak masuk ke kawasan Hutan Adat Dubalang Anak Talang. Dua hari penuh mereka akan kelilingi hutan, melindungi hutan mereka dari kegiatan illegal logging.

Sejak 2014 silam, sembilan pemuda ini mulai lakukan patroli di Hutan Adat Dubalang Anak Talang di Desa Anak Talang, Indragiri Hulu. Salah satu penggeraknya, Supriadi. Sejak menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Batang Cenaku, Bende—sapaan akrab Supriadi—bersama 8 temannya punya inisiatif buat patroli keliling hutan adat mereka.

Bende dan kawan-kawan menyebut diri sebagai Pemuda 9 Penjaga Hutan, ini didasarkan cerita dari tetua Suku Dubalang Anak Talang bahwa dulu juga ada Pemuda 9 yang ditokohkan di suku tersebut. Selain Bende, kedelapan pemuda lainnya adalah Darsen, Aan Pardinata, Seki, Joni, Bujang Hadi, Alri, Dedi Asmar dan Edi.

“Waktu itu kita lihat hutan kita sudah banyak dirusak, ini akan berdampak ke masyarakat kita juga,” kata pemuda kelahiran Anak Talang, 20 Maret 1995 ini. Sebagai putra adat, Bende dan kawan-kawan bertekad harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan hutan mereka. Berbekal semangat, mereka mulai lakukan patroli mengelilingi hutan seluas 23 ribu hektar.

Saat berpatroli, mereka tidak menggunakan kendaraan. Hanya berjalan kaki menyusuri pepohonan dan meningkatkan indra penglihatan mereka untuk memastikan tidak ada kegiatan illegal logging yang dilakukan di kawasan hutan adat tersebut. “Kita biasanya mulai jalan pukul 8 pagi sampai 4 sore. Setelah itu istirahat dan dilanjutkan keesokan hari,” ujar anak bungsu dari 3 bersaudara ini.

PATROLI PEMUDA 9 PENJAGA HUTAN terus berlangsung sejak 2014 hingga kini. Biasanya dalam sebulan, mereka akan lakukan patroli 2 kali. Pada 2015, Bende dan kawan-kawan pernah menemukan kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh oknum TNI dalam kawasan hutan Adat Dubalang. “Kita datangi dan tanyai, waktu itu kita sempat dibentak juga, tapi kita jelaskan lagi ini hutan alam dan tidak boleh diambil kayunya,” cerita putra dari pasangan Aminudin dan Warni ini.

Bende mengaku sempat merasa takut juga, namun ia meyakini bahwa yang dilakukannya benar dan berusaha menjelaskan kepada oknum TNI tersebut. “Karena dia aparat jadi mengerti juga soal hukum, kita juga bilang kalau tidak dihentikan akan dilapor ke polisi,” tambah Bende. Setelah kejadian tersebut, oknum TNI tidak pernah kembali lagi mengambil kayu.

Patroli lainnya yang dilakukan Pemuda 9 juga berhasil menangkap kegiatan illog yang terjadi di Sungai Petimah. Bende dan kawan-kawan menyerahkan hasil tangkapan tersebut ke Polsek Kecamatan.

Saat ini Pemuda 9 sedang melakukan perlawanan terhadap PT Runggu Prima Jaya yang beroperasi di Desa Anak Talang. Masyarakat menolak kehadiran perusahaan ini karena melakukan penebangan kayu di kawasan Hutan Adat dan tidak memiliki izin. Pada 20 Februari 2016, masyarakat menahan 2 alat berat PT Runggu Prima Jaya sehingga terkendala untuk beroperasi.

Pada 8 Maret 2016, Bende bersama Batin Adat Talang Mamak, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Indragiri Hulu didampingi Penghimpun Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) melakukan mediasi di Kantor Camat Batang Cenaku. Tujuannya  mencari penyelesaian aktifitas PT Runggu di Indragiri Hulu yang beraktifitas tanpa ada izin.

Masyarakat menuntut agar PT Runggu diusir dari kawasan tersebut dan harus mengganti kayu hutan yang telah ditebang. “Namun sampai saat ini belum ada  tindak lanjut dari permintaan kita,” ujar kader Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ini.

Dalam melakukan penyelamatan lingkungan, Bende dan kawan-kawan harus melewati berbagai tantangan. Ia terkadang diejek oleh pemuda lainnya karena melakukan kegiatan yang tak bermanfaat. Selain itu, saat melakukan aksi menolak PT Runggu, ia juga kerap mendapatkan ancaman. “Pernah aku dan kawan-kawan diancam untuk dibunuh karena sudah mengganggu perusahaan,” cerita Bende.

Setelah mendapatkan ancaman tersebut, ia dan kawan-kawan lari meninggalkan desa dan merasa ketakutan. Hingga 2 minggu mereka tak kembali, Datuk dari Suku Talang Mamak mendatangi Pemuda 9 dan memberikan nasehat. Para tetua dan masyarakat adat menaruh harapan besar untuk melindungi desa mereka. “Waktu itu dibilang, kalau bukan kita siapa lagi. Itu yang membuat kami berani untuk terus berjuang,” cerita Bende. Setelah itu mereka kembali ke desa dan kembali memperjuangkan haknya.

Tantangan lainnya yang dihadapi Pemuda 9, terkadang saat melakukan patroli, medan yang berat serta jumlah yang terbatas juga menjadi permasalahan. Saat ini Pemuda 9 sedang merekrut anak-anak muda lainnya agar mereka sadar tentang pentingnya menjaga hutan saat ini.

“Harapan kita, para pemuda dan masyarakat sadar betapa pentingnya lingkungan bagi kehidupan kita. Maka kita harus terus menjaganya,” kata Bende. Ia berharap pemerintah baik dari desa hingga pemerintah pusat harus terjun langsung melihat kondisi hutan di lapangan. Tindak tegas para perusak dan orang-orang yang tidak bertanggungjawab tersebut agar jera dan tidak lagi merusak lingkungan. Karena hutan bukan hanya untuk dilihat oleh generasi saat ini, tapi juga generasi yang akan datang.#

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *