Lingkungan Hidup Provinsi Riau Tak Sehat Bagi Anak-anak

Sempena Hari Anak Nasional 2017 di Riau

Pekanbaru, 22 Juli 2017—Jikalahari mengapresiasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mengadakan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) di Riau pada 23 Juli 2017 sebagai wujud kepedulian pemerintah pusat pada perlindungan anak-anak di Riau dari kekerasan dan trafficking di Riau. “Karena kami melihat masih banyak masalah anak yang menikah di usia muda, kasus trafficking, akta kelahiran bayi masih rendah termasuk tindak kekerasan terhadap anak,” kata Yohana Yembise di Gedung Kementerian PPPA, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (17/07)[1].

Tak hanya persoalan tingginya kekerasan yang membuat Riau tidak aman bagi anak-anak, Jikalahari menilai Riau juga tidak layak huni karena lingkungan hidupnya rusak dan tercemar setiap tahun: banjir di musim hujan, polusi asap di musim kemarau. “Polusi asap dan banjir merenggut kebahagiaan anak-anak bermain dan belajar di sekolah,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Karhutla di Musim Kemarau

Dampak karhutla di Riau pada 2015 sangat besar diantaranya:

  1. 5 orang meninggal di Riau saat karhutla terjadi pada 2015-2016, dua orang diantaranya anak-anak.
  2. Lebih dari 97.139 ribu warga terkena penyakit ISPA pada 2015
  3. 20 triliun ekonomi merugi karena Riau diserang polusi asap
  4. Bandara tutup hingga dua bulan
  5. Aktivitas pendidikan bagi anak-anak sekolah terganggu.
  6. Asap dengan kandungan partikulat tinggi juga dipercaya dapat mengganggu tumbuh kembang janin

Banjir di Musim Hujan

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau dari 29 Januari – 16 Februari 2016 lebih dari 158 ribu warga terkena dampak banjir di 3 kabupaten—Kampar, Kuansing dan Rokan Hulu.

  1. Kabupaten Kampar: Banjir melanda 12 Kecamatan di Kampar yang dihuni 27.636 Kepala Keluarga (KK) atau 102.829 jiwa. Terdata 544 diantaranya balita, 15 orang ibu hamil dan 297 lansia. Sebanyak 121 orang menderita ISPA, diare 26, iritasi kulit 64 dan penyakit lainnya 14. Korban meninggal dunia di Kampar 4 orang.
  2. Kabupaten Kuansing: Banjir melanda 11 kecamatan di kuansing yang dihuni 12.457 KK atau 49.828 orang. Sekitar 170 warga mengalami diare, iritasi kulit 860 orang.
  3. Kabupaten Rohul: banjir melanda 7 kecamatan yang dihuni 1.303 KK atau 6.051 orang. Sebanyak 125 orang menderita ISPA, diare 29 orang dan iritasi kulit 94 orang.

Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Riau sepanjang 2008 – 2014, banjir telah merenggut nyawa 44 orang warga Riau dan 1.004.985 orang menderita akibat dampak banjir. Sekitar 1.821 unit rumah hancur dan 6.147 rusak. Sejak 2008 hingga saat ini, frekuensi terjadinya banjir selalu meningkat tiap tahunnya. Frekuensi terbanyak terjadi pada 2014 sebanyak 44 kali[2].

“Acara ini digelar saat Riau tengah mengalami puncak musim kemarau panjang hingga Oktober mendatang, namun pemerintah belum menunjukkan komitmen untuk mencegah karhutla dan polusi asap terjadi di Riau,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Seharusnya pada 2017 ini Pemerintah Provinsi Riau menunaikan janjinya kepada masyarakat Riau pasca putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru atas gugatan warga negara (citizen lawsuit) pada 17 Mei tahun 2016. Empat warga Riau menggugat pemerintah pusat dan daerah karena lalai menjalankan tugasnya menanggulangi dan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Riau[3]. Setelah dilakukan mediasi, Gubernur Riau berkomitmen melaksanakan segala kewajiban terkait pencegahan dan penanggulangan karhutla yang tertuang dalam Nota Kesepakatan Perdamaian, yaitu:

  1. Berkomitmen bersama-sama menanggulangi kebakaran hutan dan lahan melalui tindakan-tindakan dan penerbitan kebijakan guna menyelesaikan persoalan asap yang terjadi di provinsi Riau yang merupakan kewajiban konstitusional dan tanggung jawab selaku penyelenggara negara serta berusaha secara maksimal agar kebakaran hutan dan lahan tidak terulang lagi yang merugikan masyarakat Provinsi Riau pada masa yang akan datang;
  2. Mengalokasikan dana penanggulangan bencana dalam APBD dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara;
  3. Memperkuat fasilitas pelayanan korban kebakaran hutan dan lahan, antara lain:
    1. Unit pelayanan paru di rumah sakit Pusat Rujukan Provinsi dan rumah sakit Kabupaten/Kota;
    2. Melakukan pengamatan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) untuk menentukan tindakan yang diperlukan, apabila ISPU melebihi 400.
    3. Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar.
    4. Membuat tempat evakuasi jika ISPU sudah melebihi 400 bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan menyediakan Posko Drurat di pelabuhan laut, bandar udara, dan penyediaan rumah-rumah oksigen.
  4. Mengembangkan sistem informasi kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Riau;
  5. Membebaskan biaya pengobatan bagi warga masyarakat yang terkena dampak kabut asap.

“Sampai detik ini Gubernur Riau belum merealisasikan komitmen memperbaiki tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang menyebabkan karhutla dan banjir,” kata Woro.

Temuan Jikalahari penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yaitu monopoli kawasan hutan oleh korporasi HTI dan perkebunan kelapa sawit yang membakar dan menebang hutan alam. “Lemah dan lambannya penegakan hukum serta pengawasan pemerintah berdampak pada bencana ekologis yang terjadi setiap tahun di Riau sehingga mengancam keselamatan dan kesehatan warga terutama anak-anak untuk sehat,” kata Woro.

Sempena Hari Anak Nasional di Riau, Jikalahari merekomendasikan kepada:

  1. Menteri PPPA agar menyatakan Riau tidak cukup sehat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak karena lingkungan hidupnya rusak dan tercemar selain tingginya tindak kekerasan, menikah di usia muda, kasus trafficking hingga akta kelahiran bayi yang masih rendah, dan menyerukan pentingnya dukungan dari berbagai pihak untuk memperbaiki lingkungan hidup di Riau agar lebih sehat dan  pro tumbuh kembang anak.
  2. Gubernur Riau harus melindungi anak-anak Riau dari bencana ekologis (banjir dan asap) dengan segera:
    1. Melaksanakan komitmen yang telah disepakati dalam Nota Kesepakatan Perdamaian pasca gugatan citizen lawsuit sepanjang 2017
    2. Memperbaiki tata kelola lingkungan hidup di Riau dengan cara menjalankan rencana aksi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam – Komisi Pemberantasan Korupsi (GNPSDA-KPK).
    3. Membentuk Tim Perbaikan Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang melibatkan publik dan KPK.

Narahubung:

Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 0813 1756 6965

 Okto Yugo Setiyo, Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari, 0853 7485 6435

[1] https://news.detik.com/berita/d-3562824/menteri-yohanna–riau-jadi-tuan-rumah-hari-anak-nasional-2017

[2] http://jikalahari.or.id/majalah-jikalahari/tempias-edisi-catatan-akhir-tahun-2016-jikalahari/

[3] http://rct.or.id/index.php/karhutla/gugatan-cls-asap/454-sidang-mediasi-gugatan-cls-asap-ditunda

 

 

About Okto Yugo

Manajer Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *